Kita hidup di era di mana optimisme dan pandangan positif selalu didorong. Namun, terkadang dorongan ini melampaui batas dan berubah menjadi toxic positivity atau positivitas beracun. Fenomena ini, meskipun tampak positif di permukaan, justru dapat berdampak buruk bagi kesehatan mental kita. Alih-alih membantu, toxic positivity seringkali malah memperburuk masalah dan membuat individu merasa lebih terisolasi dan tidak dipahami.

Toxic positivity adalah sikap yang menuntut seseorang untuk selalu berpikir dan bersikap positif, tanpa mempertimbangkan perasaan dan pengalaman sebenarnya yang mereka alami. Ini seringkali muncul sebagai penolakan terhadap emosi negatif seperti kesedihan, kemarahan, atau kecemasan. Alih-alih menawarkan dukungan dan empati, toxic positivity justru mengabaikan atau bahkan meremehkan perasaan-perasaan tersebut. Contohnya, seseorang yang baru saja kehilangan pekerjaan mungkin akan disambut dengan kalimat seperti, Ah, sudahlah, pasti ada yang lebih baik! Kalimat ini, meskipun bermaksud baik, justru mengabaikan kesedihan dan kehilangan yang dirasakan individu tersebut.

Dampak toxic positivity terhadap kesehatan mental sangat signifikan. Dengan terus-menerus menekan emosi negatif, individu dapat mengalami peningkatan stres, kecemasan, dan depresi. Mereka merasa tertekan untuk menyembunyikan perasaan sebenarnya, yang pada akhirnya dapat menghambat proses penyembuhan dan pertumbuhan emosional. Mereka mungkin merasa sendirian dan tidak dipahami, karena lingkungan sekitar mereka tidak memberikan ruang untuk mengekspresikan emosi yang sebenarnya.

Salah satu dampak paling berbahaya dari toxic positivity adalah penundaan dalam mencari bantuan profesional. Individu yang merasa tertekan untuk selalu berpikir positif mungkin akan ragu untuk mengakui bahwa mereka membutuhkan bantuan. Mereka mungkin merasa malu atau takut dihakimi jika mengungkapkan perasaan negatif mereka. Akibatnya, masalah kesehatan mental mereka dapat memburuk dan menjadi lebih sulit untuk diatasi.

Lebih lanjut, toxic positivity dapat merusak hubungan interpersonal. Ketika seseorang selalu dituntut untuk berpikir positif, mereka mungkin merasa sulit untuk membangun hubungan yang jujur dan otentik. Mereka mungkin merasa terbebani untuk selalu menyembunyikan perasaan negatif mereka, yang pada akhirnya dapat menyebabkan jarak emosional dengan orang-orang terdekat mereka. Ketidakmampuan untuk berbagi perasaan yang sebenarnya dapat mengikis kepercayaan dan keintiman dalam sebuah hubungan.

Bagaimana kita bisa mengenali toxic positivity dalam kehidupan kita? Perhatikanlah pola pikir dan perilaku kita sendiri, serta orang-orang di sekitar kita. Apakah kita cenderung menolak atau meremehkan emosi negatif? Apakah kita selalu berusaha untuk melihat sisi positif dari setiap situasi, bahkan ketika hal itu tidak sesuai dengan kenyataan? Apakah kita merasa tertekan untuk selalu menampilkan citra positif, meskipun di dalam hati kita merasa terbebani?

Berikut beberapa tanda-tanda toxic positivity yang perlu diwaspadai:

Tanda Contoh
Meremehkan perasaan negatif Jangan sedih, pikiranmu saja yang negatif!
Menolak untuk mengakui kesulitan Semua pasti akan baik-baik saja, jangan terlalu dipikirkan!
Memberikan nasihat yang tidak membantu Coba pikirkan hal-hal positif saja, jangan fokus pada masalahmu!
Menyalahkan individu atas perasaan negatifnya Kamu terlalu negatif, itu sebabnya kamu selalu mengalami masalah!
Menghindari pembicaraan tentang emosi negatif Mengubah topik pembicaraan ketika seseorang mulai mengungkapkan perasaan sedih atau cemas.

Untuk mengatasi dampak toxic positivity, kita perlu belajar untuk menerima dan memproses emosi negatif dengan sehat. Ini berarti memberikan ruang bagi diri sendiri dan orang lain untuk merasakan kesedihan, kemarahan, kecemasan, atau emosi negatif lainnya tanpa penilaian. Kita perlu memahami bahwa emosi negatif adalah bagian normal dari kehidupan manusia, dan bukan sesuatu yang harus dihindari atau ditekan.

Berikut beberapa langkah yang dapat kita ambil untuk mengatasi toxic positivity:

1. Kenali dan Akui Emosi Anda: Berikan waktu untuk mengenali dan menerima emosi yang Anda rasakan, tanpa menilai apakah emosi tersebut baik atau buruk. Tuliskan perasaan Anda dalam jurnal atau bicarakan dengan orang yang Anda percaya.

2. Berlatih Empati: Cobalah untuk memahami dan menghargai perasaan orang lain, bahkan jika perasaan tersebut berbeda dari perasaan Anda. Hindari memberikan nasihat yang tidak diminta atau meremehkan perasaan mereka.

3. Cari Dukungan: Jangan ragu untuk mencari dukungan dari teman, keluarga, atau profesional kesehatan mental jika Anda merasa kesulitan dalam mengatasi emosi negatif. Berbicara dengan orang lain dapat membantu Anda merasa lebih dipahami dan mengurangi beban emosional.

4. Praktikkan Self-Compassion: Bersikaplah baik dan pengertian terhadap diri sendiri, terutama ketika Anda sedang mengalami kesulitan emosional. Ingatlah bahwa Anda tidak sendirian dan bahwa setiap orang mengalami emosi negatif.

5. Fokus pada Kesehatan Mental: Prioritaskan kesehatan mental Anda dengan melakukan aktivitas yang menenangkan dan menyehatkan, seperti olahraga, yoga, meditasi, atau menghabiskan waktu di alam.

Mengatasi toxic positivity membutuhkan kesadaran diri dan komitmen untuk menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan mental. Ini bukan tentang menghindari emosi negatif, tetapi tentang belajar untuk mengelola dan memprosesnya dengan cara yang sehat dan konstruktif. Dengan demikian, kita dapat membangun hubungan yang lebih otentik dan mendukung, serta meningkatkan kesejahteraan mental kita secara keseluruhan.

Ingatlah bahwa mencari bantuan profesional bukanlah tanda kelemahan, tetapi justru menunjukkan kekuatan dan komitmen untuk menjaga kesehatan mental. Terapis atau konselor dapat memberikan panduan dan dukungan yang dibutuhkan untuk mengatasi tantangan emosional dan membangun pola pikir yang lebih sehat dan seimbang. Jangan ragu untuk mencari bantuan jika Anda merasa membutuhkannya.

Toxic positivity mungkin tampak seperti hal yang positif, namun dampaknya terhadap kesehatan mental dapat sangat merugikan. Dengan memahami dampaknya dan menerapkan strategi yang tepat, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih mendukung dan empatik, di mana emosi negatif dapat diproses dengan sehat dan konstruktif. Ingatlah bahwa kesehatan mental adalah hal yang penting dan perlu diprioritaskan.

Membangun kesadaran akan toxic positivity dan dampaknya merupakan langkah pertama menuju kesehatan mental yang lebih baik. Dengan memahami bagaimana toxic positivity bekerja dan bagaimana cara mengatasinya, kita dapat menciptakan kehidupan yang lebih seimbang dan bahagia, di mana kita dapat menerima dan menghargai seluruh spektrum emosi manusia, baik positif maupun negatif.

Perlu diingat bahwa setiap individu memiliki pengalaman dan cara mengatasi emosi yang berbeda. Apa yang berhasil untuk satu orang mungkin tidak berhasil untuk orang lain. Yang terpenting adalah menemukan strategi yang sesuai dengan kebutuhan dan kepribadian Anda. Jangan ragu untuk bereksperimen dan menemukan apa yang paling efektif bagi Anda dalam mengelola emosi dan membangun kesehatan mental yang kuat.